Rabu, 08 Juni 2011

Prestasi belajar


BAB VIII
PRESTASI BELAJAR

A. INDIKATOR PRESTASI BELAJAR
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajarideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubahsebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.  Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkahlaku seluruh ranah itu khususnya ranah afektif siswa sangat sulit.  Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu yang dapat dilakukan gurud alam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yangterjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi kognitif, afektif maupun psikomotor. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai diatas adalah mengetahui garis-garis besar indicator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.  Selanjutnya agar pemahaman dapat lebih mendalam mengenai kunci pokok tadi maka untuk memudahkan alat dan kiat evaluasi yang dipandang tepat, reliabel dan valid di bawah ini disajikan table yang berkenaan dengan ketiga ranah psikologis (Suryabrata, 1982 : 102) :




Tabel Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi
Ranah /Jenis Prestasi
Indikator
Cara evaluasi
A. Ranah Kognitif (cipta)



1. Pengamatan
1.Dapat menunjukkan
2.Dapatmembandingkan
3.Dapatmenghubungkan
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
2. Ingatan
1. Dapat menyebutkan
2.Dapatmenunjukkan kembali
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
3. Pemahaman
1. Dapat menjelaskan
2.Dapat mendefinisikan dengan  
    lisan sendiri
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
4. Aplikasi /Penerapan
1. Dapat memberikan contoh
2.Dapat menggunakan secara
    tepat
1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas
3. Observasi
5. Analisis (pemeriksaan
   Dan pemilahan secara 
    teliti
1. Dapat menguraikan
2.Dapat mengklasifikasikan   
    atau memilah milah
1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas
6. Sintesis (membuat panduan baru dan utuh)

1. Dapat menghubungkan materi-
    materi, sehingga menjadi  
    kesatuan baru
2. Dapat menyimpulkan
3.Dapat menggeneralisasikan    
   (membuat prinsip umum)

1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas

B. Ranah Rasa
(Afektif)



1. Penerimaan
1. Menunjukkan sikap menerima
2. Menunjukkan sikap
     menolak
1. Tes tertulis;
2. Tes skala sikap;
3. Observasi
2. Sambutan

1. Kesediaan berpartisipasi  
    atau terlibat
2. Kesediaan memanfaatkan
1. Tes skalasikap;
2. Pemberiantugas;
3. Observasi
3. Apresiasi (sikapmenghargai)

1. Menganggap penting dan  
    bermanfaat
2. Menganggap pentingdan  
    harmonis
3. Mengagumi
1. Tes skalasikap;
2. Pemberiantugas;
3. Observasi

4.Internalisasi(pendalaman)

1. Mengakui dan  meyakini
2. Mengingkari

1. Tes skalasikap;
2. Pemberian tugas  Ekspresif 
(yang menyatakan sikap) dan tugas proyektif (yang menyatakan perkiraan atau ramalan)
5. Karakterisasi 
   (Penghayatan)

1.Melembagakan ataumeniadakan;
2.Menjelmakan dalam pribadi dan
    prilaku sehari-hari.
1.Pemberian tugas 
  ekspresifdan proyektif
2. Observasi
C. Ranah karsa
(Psikomotor)



1. Keterampilan bergerak
dan bertindak

Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan,kaki dan anggota tubuh lainnya.

1. Observasi
2. Tes tindakan
2. Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal

1. Kefasihan melafalkan
atau mengucapkan;
2. Kecakapan membuat
mimik dan gerakan
jasmani

1. Tes lisan;
2. Observasi:
3. Tes tindakan


B. PENDEKATAN EVALUASI PRESTASI BELAJAR
Ada dua macam pendekatan yang amat popular dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan prestasi belajar yaitu (Tardif, 1989 : 131):
1.Norm – referencing atau Norm ReferncedAssesment;
2.Criterion-referencing atau Criterian- Referencedassesment
Di Indonesia pendekatan-pendekatan ini lazim disebut Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kriteria (PAK).
1. Penilaian Acuan Norma (Norm-ReferencedAssesment)
Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman sekelasnya atau sekelompoknya.
(Tardif, 1989 : 227). Jadi, pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh temanteman
sekelompoknya dengan skornya sendiri (Nasution, 1996 : 195). Sebagai contoh, sekelompok SLTP terdiri dari 10 orang dan memperoleh skor hasil evaluasi formatif Pendidikan Agama Islam (PAI) masing-masing : 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30, 25
Skor-skor di atas, mula-mula dipandang sebagai nilai mentah, lalu dikonversikan/diubah ke dalam nilai-nilai dengan rentangan 1 sampai 10 atau 10-100. Hasilnya, karena skor di atas yang tertinggi adalah 50, maka siswa yang mendapat skor tersebut berarti meraih nilai 10 atau 100, sedang siswa yang mendapat skor rendah (25) berarti memperoleh nilai 5 atau 50. Secara professional skor-skor di atas setara dengan nilai 10, 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6 dan 5 atau 100, 90 dan seterusnya kebawah.    Selain itu , pendekatan PAN juga diimplimentasikan dengan cara menghitung dan membandingkan persentase jawaban benar yang dihasilkan seorang siswa dengan persentase jawaban benar yang dihasilkan kawan-kawan sekelompoknya. Kemudian, persentase jawaban jawaban benar masing-masing siswa tersebut dikonversikan ke dalam nilai 1-10 atau 10-100. contoh, apabila soal evaluasi sumatif matematika untuk siswa kelas 3 Madrasah Tsanawiyah terdiri dari 60 butir dan persentase jawaban benar tertinggi adalah 83,3% misalnya, maka persentase ini dianggap bernilai 10 atau 100. Nilai ini muncul berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus sederhana, yakni :
Jumlah Jawaban benar       x  100
     Jumlah butir soal
Yang dalam hal ini :  50 (jawaban benar) x 100 = 83,360 (butir soal)
Selanjutnya , untuk persentase jawaban benar 75% dikonversikan ke dalam nilai 9 atau 90 dengan perhitungan  :             10 83,3% 75% x = 9 atau 90
Dengan demikian, untuk persentase-persentase jawaban benar lainnya seperti 60%, 50% dan seterusnya dikonversikan ke dalam nilai-nilai yangrelevan berdasarkan perhitungan di atas.
2. Penilaian Acuan Kriteria (Criterion-Referenced
Assesment)Penilaian dengan pendekatan PAK (PenilaianAcuan Kriteria) menurut Tardif (1989 : 95) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan berbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik (well difined domain behaviour) sebagai patokan absolut. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya, nilai atau kelulusan seseorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh teman-teman sekelompoknya melainkan ditenukan oleh penguasaannya atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional. Pendekatan penilaian seperti di atas biasanya diterapkan dalam sistem belajar tuntas (masterylearning).  Dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila ia telah menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80 (Pressley &McCormick, 1995 : 580).  Sebagai contoh, apabila pelajaran agama di kelas I SLTP misalnya harus dikuasai secara tuntas antara lain siswa harus terampil mempraktekkan sholat lengkap dengan penguasaan atas arti bacaan dan do’anya, lalu penguasaannya ditentukan minimal 80%, maka nilai kelulusan pelajaran tersebut harus bergerak dari 80 sampai 100. oleh karena itu, seorang siswa yang telah mencapai nilai 75 sekalipun, belum dapat dinyatakan lulus/berhasil meskipun nilai ini tertinggi  di antara nilai teman-temannya yang rata rata mungkin hanya 70 atau kurang.

C. BATAS MINIMAL PRESTASI BELAJAR
Setelah mengetahui indikator dan memperoleh skor hasil evaluasi prestasi belajar, seorang guru perlu mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara yang mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.  Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain, kenyataannya sukar diungkap sekaligus jika hanya melihat perubahan yang terjadi pada salah satu ranah.   Contoh:  seorang siswa yang memiliki nilai tinggi dalam bidang studi agama Islam misalnya, belum tentu rajin beribadah sholat. Sebaliknya, siswa lain yang mendapat nilai cukup dalam bidang studi tersebut, justru menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan beragama sehari hari.  Jadi, nilai hasil evaluasi sumatif atau ulangan“X” dalam raport, misalnya, mungkin secara efektif dan psikomotor menjadi “X-“ atau “ X+”.   Inilah tantangan berat yang harus dihadapi oleh para guru sepanjang masa. Untuk menjawab tantangan ini guru seharusnya tidak hanya terikat oleh kiat penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga memperhatikan kiat penilaian yang bersifat afektif dan psikomotor siswa.  Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternative norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar. Diantara norma-norma pengukuran tersebut adalah :
1.Norma skala angka dari 0 sampai 10
2.Norma skala angka dari 0 sampai 100
Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun demikian, kiranya perlu dilakukan pertimbangkan oleh para guru sekolah penetapan passing grade yang lebih tinggi (misalya 65 atau 70) untuk pelajaran-pelajaran inti (coresubject).  Pelajaran-pelajaran inti ini meliputi, antaral ain : bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi ini (tanpa bermaksud mengurangi pentingnya bidang studi lain) merupakan “kunci pintu ”pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengkhususan passing grade seperti ini sudah berlaku umum dibanyak negara maju dan telah mendorong peningkatan kemajuan belajar siswa dalam bidang bidang studi lainnya.  Selanjutnya, selain norma-norma tersebut di atas ada pula norma lain yang berlaku di perguruan tinggi yaitu norma prestasi belajar dengan menggunakan simbol huruf-huruf A, B, C, D dan E. Simbol huruf-huruf ini dapat dianggap sebagai terjemahan dari symbol symbol angka sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
Perbandingan Nilai Angka, Huruf dan Predikatnya Simbol-simbol Nilai Huruf Predikat  8 - 10                    80 – 100            A             3,1 – 4                A                  Sangat Baik
7 - 7,9                   70 – 79                B            2,1 -  3                 B                  Baik
6 – 6,9                 60 – 69                C            1,1 -   2                C                  Cukup
5 – 5,9                  50 – 59                D            1                          D                 Kurang
0 – 4,9                  0 – 49                 E            0                          E                  Gagal

Perlu ditambahkan bahwa simbol nilai angka yang berskala antara 0 sampai 4 seperti yang tampak pada tabel di atas lazim dipergunakan di perguruan tinggi.  Skala angka yang berinterval jauh lebih pendek daripada skala angka lainnya dipakai untuk menetapkan indeks prestasi (IP) mahasiswa, baikpada setiap semester maupun pada akhir penyelesaian studi.  Hal lain yang lebih penting dalam proses evaluasi prestasi bukan norma mana yang harus diambil, melainkan sejauh mana norma itu dipakai secara lugas untuk mengevaluasi seluruh kecakapan siswa yaitu kognitif, afektif dan psikomotor)