Jumat, 25 Maret 2011

OBJEK DAN SISTEM EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM




OBJEK DAN SISTEM EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM


A.OBJEK EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

Objek evaluasi Pendidikan Islam dalam arti yang umum adalah peserta didik. Sementara dalam arti khusus adalah aspek-aspek tertentu yang terdapat pada peserta didik. Peserta didik disini sebenarnya bukan hanya sebagai objek evaluasi semata, tetapi juga sebagai subjek evaluasi. Oleh karena itu, evaluasi pendidikan Islam dilakukan dengan dua cara yaitu : pertama, evaluasi atas diri sendiri ( selfevaluation /muhasabah), kedua, evaluasi terhadappeserta didik. (Ramayulis, 2009 : 237).
1. Evaluasi atas diri sendiri (self evaluation /muhasabah)
Seorang muslim termasuk peserta didik yang sadar dan baik adalah mereka yang sering mengevaluasi diri sendiri, baik mengenai kelebihan yang harus dipertahankan maupun kekurangan dan kelemahan yang perlu dibenahi, karena evaluasi diri sendiri bersifat lebih objektif. Hal ini ditegaskan dalam Alquran surat Adz-Dzariat (51) ayat 21 :     وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَ تُبْصِرُونَ
“ Dan pada diri kamu kamu sendiri maka mengapa kamu tidak mau melihat dan memikirkannya.”?
Umar bin Khattab pernah mengatakan hasibuanfusakum qabla an tuhasabu (evaluasilah diri kamu sendiri sebelum kamu mengevaluasi orang lain). Manusia dituntut untuk waspada dalam melakukan berbagai perbuatan karena semua perbuatan manusia tidak lepas dari evaluasi Allah serta dua malaikat sebagai supervisor dan evaluator yaitu Raqib dan ‘Atid berdasarkan surat Albaqarah (2) ayat 115 :  وَلِِّ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَأَيْنَمَا تُوَلّوا فَثَمّ وَجْهُ الِّ إِنّ الَّ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
Dan kepunyaan Allah Timur dan Barat maka dimanapun kamu menghadap maka disanalah wajahAllah sesungguhnya Allah Maha luas limpahan Rahmat dan Karunianya lagi Maha Mengetahui.”
Dan juga terdapat pada surat Qaf (50) ayat 18 :  مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ إِلّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ
“ Tidak ada satu perkataan yang dilafazkan melainkandisisinya terdapat malaikat Raqib dan ‘Atid yang siapmenuliskan segala perbuatannya.”
Hasil penilaian yang baik mendapatkan surga sedangkan hasil penilaian buruk mendapatkan neraka.
2.Evaluasi terhadap peserta didik Evaluasi ini harus disertai niat “ Amar Ma’rufNahi Munkar” yang bertujuan memperbaiki (ishlah)bagi tindakan orang lain, serta untuk terlaksananyasuatu tujuan pendidikan Islam sesuai dengan tuntunan Alquran dalam surat Al’Ashr (103): ayat 3 :
إِلّ الّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقّ وَتَوَاصَوْا بِالصّبْرِ
Kecuali orang-orang yang beriman dan ber’amalshalih saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.”
Ada satu asumsi bahwa dalam kondisi tertentu, seseorang terkadang lepas kendali, sehingga ia melakukan tindakan tidak dalam kesadarannya yang hakiki, karena terpengaruh oleh emosi dan sifat subjektivitasnya. Pada saat inilah, orang lain mudah menilai dan mengevaluasi kegiatan tersebut, sedangkan pelaku sendiri tidak mengerti apakah tindakannya itu benar atau salah. Pengevaluasian dari orang lain (pendidik) dalam hal ini lebih bersifat komparabel, menilai anak didik secara jelas dan jawaban yang salah segera dibenarkan bukan dibiarkan berlarut-larut, sehingga anak didik tetap tenggelam dalam kebimbangan, kebodohan dan tidak dapat melangkah yang lebih maju. (Muhaimin, 1993 : 280).

B. ASPEK-ASPEK EVALUASI PENDIDIKAN

Aspek-aspek khusus yang menjadi sasaranevaluasi pendidikan Islam adalah perkembangan peserta didik. Perkembangan peserta didik dapat dilihat dari beberapa sudut pandang, yaitu;
1.Dilihat dari sudut tujuan umum pendidikan Islam
Tujuan umum pendidikan Islam adalah adanya taqarrub dan penyerahan mutlak peserta didik kepada Allah Swt. Evaluasi disini meliputi aspek:
a.Perkembangan ibadah peserta didik
b.Perkembangan pelaksanaan menjadi khalifah Allah di muka bumi
c.Perkembangan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah Swt.
d.Perkembangan pemenuhan kewajiban hidup berupa kewajiban yang bersifat duniawi dan ukhrawi.
2. Dilihat dari sudut fungsi pendidikan Islam
Fungsi pendidikan adalah pengembangan potensi peserta didik, transinternalisasi nilai-nilai Islam, dan mempersiapkan segala kebutuhan masa depan peserta didik. Evaluasi disini meliputi aspek aspek:
a.Perkembangan pendayagunaan potensi-potensi peserta didik, misalnya potensi ijtihad,  jihad,  tajdid,  emosi, kognisi (cipta) dan konasi (karsa)
b.Perkembangan perolehan, pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Islam
c.Perkembangan perolehan kelayakan hidup, baik hidup yang bersifat duniawi maupun ukhrawi.
3. Dilihat dari sudut-sudut dimensi-dimensi kebutuhan hidup dalam pendidikan Islam. Dimensi-dimensi kebutuhan hidup manusia meliputi :
a.Berdasarkan kebutuhan asasi hidup manusia seperti kebutuhan primer(hajjah), sekunder (dharuriyah), pelengkap/tersier (tahsiniyyah).
b.Berdasarkan segi-segi yang terdapat pada psikopisik manusia, seperti segi jasmaniyyah (fisik), aqliyyah (akal), akhlaqiyyah (adab/perilaku), ijtimai’yyah (kemasyarakatan atau sosial), dan fannaniyyah (artistik/seni). Sementara itu aspek-aspek evaluasi meliputi :
a.Perkembangan peserta didik dalam memperoleh dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Perolehan dan pemenuhan kebutuhan ini didasarkan atas hirarkinya, misalnya perkembangan pemenuhan kebutuhan agama (li hifdz ad- din), jiwa (li hifdzan-nafs), akal (li hifdz al-‘aqal), keturunan (lihifdz an-nasl), harta dan kehormatan (li hifdzalamwalwa’irdh) bermuamalah dan sebagainya.
b.Perkembangan pendayagunaan dan optimalisasi potensi jasmani, intelegensi dan emosi agar peserta didik mampu memiliki kepribadian mulia, baik terhadap diri sendiri, sesama manusia, alam dan kepada pencipta alam semesta raya Allah Swt.
4. Dilihat dari domain atau ranah yang terdapat pada diri peserta didik Taksonomi Bloom yang telah merakyat meliputi kognitif, afektif dan psikomotor hampir mendekati taksonomi dalam pendidikan Islam. Kedekatan tersebut dapat dilihat dari beberapa ciri, yaitu :
a. Aspek kognitif : berupa pengembangan pengetahuan agama termasuk di dalamnya fungsi ingatan dan kecerdasan. Di samping pembinaan sikap dan pertumbuhan keterampilan beragama, maka perlu sekali diketahui oleh pendidik adalah pemberian pelajaran agama kepada peserta didik. Pelajaran agama yang diberikannya kepada peserta didik tersebut hendaklah yang dapat dikuasai, dipatuhi, dianalisa dan dapat digunakan oleh peserta didik dalam situasi konkrit yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
b. Aspek afektif, berupa pembentukan sikap terhadap agama termasuk di dalmnya fungsi perasaan dan sikap. Tujuan utama dan pertama dalam pendidikan agama adalah pertumbuhan dan pengembangan sikap positif dan cinta kepada agama. Tujuan utama ini nantinya yang akan membuat anak menjadi orang dewasa yang hidup sesuai dengan ajaran agama, berakhlak dan beraktivitas sesuai dengan tuntunan ajaran agama. Sikap ini nantinya yang akan dapat menjauhkan peserta didik dari berbagai godaan duniawi yang bertentangan dengan agama. Bahkan peserta didik akan menjadi pribadi tangguh dalam menghadapi segala persoalan dan kesukaran hidup dan bertahan dalam kondisi moral yang diridhoi oleh Allah Swt.
c. Aspek psikomotor berupa menumbuhkan keterampilan beragama, termasuk di dalamnya fungsi kehendak, kemauan dan tingkah laku. Keterampilan beragama harus ditumbuhkan dan dibina pada peserta didik meliputi keterampilan beragama dalam menghubungkannya dengan Tuhan dalam ibadah. Perlu diperhatikan penanaman keterampilan melakukan ibadah harus pula disesuaikan dengan pertumbuhan dan perkembangan anak, dilakukan dengan latihan dan pembinaan secara berangsurangsur. Demikian pula terhadap keterampilan dalam hubungan dengan sesama manusia dan alam sekitar.


C. SISTEM EVALUASI DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Sistem evaluasi yang dikembangkan oleh Allah Swt dan Rasul-Nya yang berimplikasi pedagogis sebagai berikut:
a. Untuk menguji daya kemampuan manusia beriman terhadap berbagai macam problema kehidupan yang dialami sesuai dengan Alquran surat Albaqarah ayat 155 :
وَلَنَبْلُوَنّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الَْمْوَالِ وَالَْنْفُسِ وَالثّمَرَاتِ وَبَشّرِ الصّابِرِينَ
“ Dan benar-benar Kami uji kamu manusia dengan sesuatu berupa rasa takut, rasa lapar dan kekurangan harta serta hilangnya jiwa berupa kematian serta kekurangan buah-buahan semacam paceklik namun demikian berilah kabar gembira bagi orang orang yang sabar.”
b. Untuk mengetahui sejauhmana atau sampai dimana hasil pendidikan wahyu yang telah diaplikasikan oleh Rasulullah Saw kepada umatnya sesuai dengan Alquran surat an-Naml ayat 27 :
هَذَا مِنْ فَضْلِ رَبّي لِيَبْلُوَنِي أَأَشْكُرُ أَمْ أَكْفُرُ وَمَنْ شَكَرَ 
… Ini adalah limpahan Karunia Tuhanku untuk menguji apakah aku adalah orang yang bersyukur atau tidak atas nikmat pemberianNya.”
c. Untuk menentukan klasifikasi atau tingkat hidup keislaman atau keimanan seseorang, seperti pengevaluasian Allah terhadap Nabi Ibrahim yang meyembelih Ismail putera yang dicintainya.
d. Untuk mengukur daya kognisi, hafalan manusia dari pelajaran yang telah diberikan padanya, seperti pengevaluasian terhadap Nabi Adam tentang asmaasma yang diajarkan kepadanya dihadapan para Malaikat.
e. Memberikan semacam tabsyir (berita gembira) bagi yang beraktivitas baik, dan memberikan semacam iqab (siksa) bagi mereka yang beraktivitas buruk.

Rabu, 16 Maret 2011

Teknik dan Alat Evaluasi Pendidikan Non-Test


TEKHNIK DAN ALAT EVALUASI PENDIDIKAN NON-TEST


Mutu pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya siswa, pengelola sekolah, lingkungan,kualitas pengajaran, kurikulum dan sebagainya (Suhartoyo, 2005). Usaha peningkatan pendidikan bisa ditempuh dengan peningkatan kualitas pembelajaran dan sistem evaluasi yang baik. Keduanya saling berkaitan sistem pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik, selanjutnya sistem penilaian yang baik akan mendorong guru untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi siswa untuk belajar yang lebih baik (Mardapi, 2003).
Sehubungan dengan itu, maka di dalam pembelajaran dibutuhkan guru yang tidak hanya mengajar dengan baik, namun mampu melakukan evaluasi dengan baik. Kegiatan evaluasi sebagai bagian dari program pembelajaran perlu lebih dioptimalkan. Evaluasi tidak hanya bertumpu pada penilaian hasil belajar, namun perlu penilaian terhadap input, output dan kualitas proses pembelajaran itu sendiri.
 Dalam makalah ini, kami menyajikan beberapa hal tentang teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam penilaian terhadap anak didik, baik itu tentang kemampuan belajar, sikap, keterampilan, sifat, bakat, minat dan kepribadian. Adapun teknik yang akan dijelaskan dalam makalah ini adalah teknik nontes. Salah satu teknik yang sangat membantu dalam penilaian terhadap hal-hal yang bersangkutan dengan siswa.

A.   Pengertian Tehnik Nontes
Alat penilaian dapat berarti teknik evaluasi. Tehnik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilain dengan tidak mengunakan tes. Tehnik penilaian ini umumnya untuk menilai kepribadian anak secara menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap sosial, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain. Yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidikan, baik secara individu maupun secara kelompok.
Alat penilaian yang non-test, yang biasanya menyertai atau inheren dalam pelaksanaan proses belajar mengajar sangat banyak macamnya. Di antaranya bisa disebutkan adalah observasi (baik dengan cara langsung, tak langsung, maupun partisipasi), wawancara (terstruktur atau bebas), angket (tertutup atau terbuka), sosiometri, checklist, concept map, portfolio, student journal, pertanyaan-pertanyaan, dan sebagainya.
Keberhasilan siswa dalam proses belajar-mengajar tidak dapat diukur dengan alat tes. Sebab masih banyak aspek-aspek kemampuan siswa yang sulit diukur secara kuantitatif dan mencakup objektifitas misalnya aspek efektif psikomotor.
Penggolongan Tehnik Nontes
1)      Observasi
Observasi merupakan suatu pengamatan langsung terhadap siswa dengan memperhatikan tingkah lakuya. Secara umum observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan (data) yang dilakukan dengan mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Observasi dapat dilakukan pada berbagi tempat misalnya kelas pada waktu pelajaran, dihalaman sekolah pada waktu bermain, dilapangan pada waktu murid olah raga, upacara dan lain-lain.
a. Cara dan Tujuan Observasi
Menurut cara dan tujuannya observasi dapat dibedakan menjadi 3 macam:
1)      Observasi partisipatif dan nonpartisipatif
Observasi partisipatif adalah observasi dimana orang yang mengobservasi (observer) ikut ambil bagian alam kegiatan yang dilakukan oleh objek yang diamatinya. Sedangkan observasi nonpartisipatif, observasi tidak mengambil bagian dalam kegiatan yang dilakukan oleh objeknya. Atau evaluator berada “diluar garis” seolah-olah sebagai penonton belaka. Contoh observasi partisipatif : Misalnya guru mengamati setiap anak. Kalau observasi nonpartisipatif, guru hanya sebagai pengamat, dan tidak ikut bermain.
2)      Observasi sistematis dan observasi nonsitematis
Observasi sistematis adalah observasi yang sebelum dilakukan, observer sudah mengatur sruktur yang berisi kategori atau kriteria, masalah yang akan diamati
Sedangkan observasi nonsistematis yaitu apabila dalam pengamatan tidak terdapat stuktur ketegori yang akan diamati.
Contoh observasi sistematis misalnya guru yang sedang mngamati anak-anak menanam bunga. Disini sebelum guru melaksanakan observasi sudah membuat kategori-kategori yang akan diamati, misalnya tentang: kerajinan, kesiapan, kedisiplinan, ketangkasan, kerjasama dan kebersihan. Kemudian ketegori-kategori itu dicocokkan dengan tingkah laku murid dalam menanam bunga.
Kalau observasi nonsistematis maka guru tidak membuat kategori-kategori diatas, tetapi langsung mengamati anak yang sedang menanam bunga.
3)      Observasi Eksperimental
Observasi eksperimental adalah observasi yang dilakukan secara nonpartisipatif tetapi sistematis. Tujuannya untuk mengetahui atau melihat perubahan, gejala-gejala sebagai akibat dari situasi yang sengaja diadakan.
Sebagai alat evaluasi , observasi digunakan untuk:
a)      Menilai minat, sikap dan nilai yang terkandung dalam diri siswa.
b)      Melihat proses kegiatan yang dilakukan oleh siswa maupun kelompok.
c)      Suatu tes essay / obyektif tidak dapat menunjukan seberapa kemampuan siswa dapat menjelaskan pendapatnya secara lisan, dalam bekerja kelompok dan juga kemampuan siswa dalam mengumpulkan data
b. Sifat Observasi
Observasi yang baik dan tepat harus memilki sifat-sifat tertentu yaitu:
1.      Hanya dilakukan sesuai dengan tujuan pengajaran
2.      Direncanakan secara sistematis
3.      Hasilnya dicatat dan diolah sesuai dengan tujuan
4.      Dapat diperika validitas, rehabilitas dan ketelitiaanya.
c. Kelebihan dan Kelemahan Observasi
Observasi sebagai alat penilain nontes, mempunyai beberapa kelebihan, antara lain:
Observasi dapat memperoleh data sebagai aspek tingkah laku anak.
Dalam observasi memungkinkan pencatatan yang serempak dengan terjadinya suatu gejala atau kejadian yang penting
Observasi dapat dilakukan untuk melengkapi dan mencek data yang diperoleh dari teknik lain, misalnya wawancara atau angket
Observer tidak perlu mengunakan bahasa untuk berkomunikasi dengan objek yang diamati, kalaupun menggunakan, maka hanya sebentar dan tidak langsung memegang peran.
Selain keuntungan diatas, observer juga mempunyai beberapa kelemahan, antara lain:
Observer tiidak dapat mengungkapkan kehidupan pribadi seseorag yang sangat dirahasiakan. Apabila seseorang yang diamati sengaja merahasiakan kehidupannya maka tidak dapat diketahui dengan observasi. Misalnya mengamati anak yang menyayi, dia kelihatan gembira, lincah . Tetapi belum tentu hatinya gembira, dan bahagia. Mungkin sebaliknya, dia sedih dan duka tetapi dirahasiakan.
Apabila si objek yang diobservasikan mengetahui kalau sedang diobservasi maka tidak mustahil tingkah lakunya dibuat-buat, agar observer merasa senang.
Observer banyak tergantung kepada faktor-faktor yang tidak dapat dapat dikontrol sebelumya.
Langkah-langkah menyusun observasi :
Merumuskan tujuan
Merumuskan kegiatan
Menyusun langkah-langkah
Menyusun kisi-kisi
Menyusun panduan observasi
Menyusun alat penilaian
2)      Wawancara (Interview)
Wawancara, suatu cara yang dilakukan secara lisan yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tujuan informsi yang hendak digali. wawancara dibagi dalam 2 kategori, yaitu pertama, wawancara bebas yaitu si penjawab (responden) diperkenankan untuk memberikan jawaban secara bebas sesuai dengan yang ia diketahui tanpa diberikan batasan oleh pewawancara. Kedua adalah wawancara terpimpin dimana pewawancara telah menyusun pertanyaan pertanyaan terlebih dahulu yang bertujuan untuk menggiring penjawab pada informasi-informasi yang diperlukan saja.
Wawancara adalah suatu tehnik penilain yang dilakukan dengan jalan percakapan (dialog) baik secara langsung (face to pace relition) secara langsung apabila wawancara itu dilakukan kepada orang lain misalnya kepada orang tuannya atau kepada temanya. Keberhasilan wawancara sebagai alat penilaian sangat dipengaruhi oleh beberapa hal :
Hubungan baik pewawancara dengan anak yang diwawancarai. Dalam hal ini hendaknya pewawancara dapat menyesuikan diri dengan orang yang diwawancarai
Keterampilan pewawancara
Keterampilan pewawancara sangat besar pengaruhnya terhadap hasil wawancara yang dilakukan, karena guru perlu melatih diri agar meiliki keterampilan dalam melaksanakan wawancara.
Pedoman wawancara
Keberhasilan wawancara juga sangat dipengaruhi oleh pedoman yang dibuat oleh guru sebelum guru melaksanakan wawancara harus membuat pedoman-pedoman secara terperinci, tentang pertanyaan yang akan diajukan.

Langkah-langkah penyusunan wawancara :
Perumusan tujuan
Perumusan kegiatan atau aspek-aspek yang dinilai
Penyusunan kisi-kisi
Penyusunan pedoman wawancara
Lembaran penilaian


Kelebihan dan kelemahan wawancara
Kelebihan wawancara yaitu :
Wawancara dapat memberikan keterangan keadan pribadi hal ini tergantung pada hubungan baik antara pewawancara dengan objek
Wawancara dapat dilaksanakan untuk setiap umur dan mudah dalam pelaksaannya
Wawancara dapat dilaksanakan serempak dengan observasi
Data tentang keadaan individu lebih banyak diperoleh dan lebih tepat dibandingkan dengan observasi dan angket.
Wawancara dapat menimbulkan hubungan yang baik antara si pewawancara dengan objek.
Sedangkan Kelemahan wawancara:
Keberhasilan wawancara dapat dipengaruhi oleh kesediaan, kemampuan individu yang diwawancarai
Kelancaran wawancara dapat dipengaruhi oleh keadaan sekitar pelaksaan wawancara
Wawancara menuntut penguasaan bahasa yang baik dan sempurna dari pewawancara
Adanya pengaruh subjektif dari pewawancara dapat mempengaruhi hasil wawancara 
Ada dua jenis wawancara yang dapat pergunakan sebagai alat evaluasi, yaitu:
a.Wawancara terpimpin (Guided Interview) yang juga sering dikenal dengan istilah wawancara berstruktur (Structured Interview) atau wawancara sistematis (Systematic Interview).
b.Wawancara tidak terpimpin (Un-Guided Interview) yang sering dikenal dengan istilah wawancata sederhana (Simple Interview) atau wawancara tidak sistematis (Non-Systematic Interview), atau wawancara bebas.
 Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam guru sebagai pewawancara yaitu:
Guru yang akan mengadakan wawancara harus mempunyai back ground tentang  apa yang akan ditanyakan
Guru harus menjalankan wawancara dengan baik tentang maksud wawancara tersebut
Harus menjaga hubungan yang baik
Guru harus mempunyai sifat yang dapat dipercaya
Pertanyaan hendaknya dilakukan dengan hati-hati, teliti dan kalimatnya jelas
Hindarkan hal-hal yang dapat mengganggu jalannya wawancara
Guru harus mengunakan bahasa sesuai kemampuan siswa yang menjadi sumber data
Hindari kevakuman pembicaraan yang terlalu lama
Guru harus mengobrol dalam wawancara
Batasi waktu wawancara
Hindari penonjolan aku dari guru 

3)   Angket (Questionaire)
Pada dasarnya angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Pada umumnya tujuan penggunaan angket atau kuesioner dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka.
Angket sebagai alat penilaian nontes dapat dilaksanakan secara langsung maupun secara tidak langsung. Dilaksanakan secara langsung apabila angket itu diberikan kepada anak yang dinilai atau dimintai keterangan sedangkan dilaksanakan secara tidak langsung apabila nagket itu diberikan kepada orang untuk dimintai keterangan tentang keadaan orang lain. Misalnya diberikan kepada orangtuanya, atau diberikan kepada temannya.
Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, angket dibagi menjadi angket langsung angket tidak langsung. Angket langsung adalah angket yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Sedangkan angket tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga atau anggota keluarganya. Dan bila ditinjau dari segi cara menjawab maka angket  terbagi menjadi angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertututp adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada awaban yang ia anggap sesuai. Sedangkan angket terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapatnya secara terperinci sesuai dengan apa yang ia ketahui.
Ditinjau dari strukturnya, angket dapat dibagi menadi 2 macam, yaitu angket berstuktur dan angket tidak berstuktur. Angket berstuktur adalah angket yang bersifat tegas, jelas, dengan model pertanyan yang terbatas, singkat dan membutuhkan jawaban tegas dan terbatas pula. Sedangkan angket tidak berstruktur adalah angket yang membutuhkan jawaban uraian panjang, dari anak, dan bebas. Yang biasanya anak dituntut untuk memberi penjelasan-penjelasan, alasan-alasan terbuka.
Angket sebagai alat penilaian terhadap sikap tingkah laku, bakat, kemampuan, minat anak, mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan. Kelebihan angket antara lain:
Dengan angket kita dapat memperoleh data dari sejumlah anak yang banyak yang hanya membutuhkan waktu yang sigkat.
Setiap anak dapat memperoleh sejumlah pertanyaan yang sama
Dengan angket anak pengaruh subjektif dari guru dapat dihindarkan
 Sedangkan kelemahan angket, antara lain:
Pertanyaan yang diberikan melalui angket adalah terbatas, sehingga apabila ada hal-hal yang kurang jelas maka sulit untuk diterangkan kembali
Kadang-kadang pertanyaan yang diberikan tidak dijawab oleh semua anak, atau mungkin dijawab tetapi tidak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Karena anak merasa bebas menjawab dan tidak diawasi secara mendetail.
Ada kemungkinan angket yang diberikan tidak dapat dikumpulkan semua, sebab banyak anak yang merasa kurang perlu hasil dari angket yang diterima, sehingga tidak memberikan kembali angketnya.
Langkah-langkah menyusun angket :
Merumuskan tujuan
Merumuskan kegiatan
Menyusun langkah-langkah
Menyusun kisi-kisi
Menyusun panduan angket
Menyusun alat penilaian

4). Pemeriksaan Dokumen (Ducumentary Analisis)
     Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa menguji (tehnik nontes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara melakukan pemerikasaan terhadap dokumen-dokumen; misalnya dokumen yang memuat infomasi mengenai riwayat hidup (auto biography).
     Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup, maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian kebiasaan atau sikap dari obyek yang dinilai.
     Berbagai informasi, baik mengenai peserta didik, orangtua dan lingkungannya itu bukan tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat diperlukan sebagai bahan pelengkap bagi pendidik dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap peserta didik.
5) Sosiometri
     Sosiometri adalah suatu penilaian untuk menentukan pola pertalian dan kedudukan seseorang dalam suatu kelompok. Sehnggga sosiometri merupakan alat yag tepat untuk menilai hubungan sosial dan tingkah laku sosial dari murid-murid dalam suatu kelas, yang meliputi stuktur hubungan individu, susunan antar individu dan arah ubungan sosial. Sehingga dengan demikian seorang guru dapat mengetahui bagaimana keadaan hubungan social dari tiap-tiap anak dalam suatu kelompok atau kelas.
     Langkah yang ditempuh guru dalam sosiometri ada 3 yaitu:
a)      Langkah pemilihan teman
Disini guru menyuruh semua murid untuk memilih teman-temannya yang disenangi secara berurutan sebanyak satu atau dua anak. Dalam memilih anak perlu disebutkan alasan mengapa harus memilih teman itu.
Contoh:
Nama   : Tono
Kelas   : IIIA
Teman yang saya pilih:
1. Candra         Karena aktif belajar dan pandai
2. Sumarsono   Karena tegas dalam berbicara
3. Nunung        Karena penurut
b)      Langkah pembuatan tabel
Guru membuat tabel dalam materi tes sosiomentri dari data yang telah diperoleh dalam langkah pemilihan teman.
Misalnya setiap anak memiliki 2 dari 6 orang
Dipilih
Pemilih

Andi
Ani
Ana
Susi
Sandi
Anto

Andi



1

1



Ani


1

1
Ana



2

2
1
Susi


2




1
Sandi




2


2
Anto






2
Pilihan I
2
2
1
1
-
-
Pilihan II
-
-
2
1
2
1
Jumlah
2
2
3
2
       2
1

c)      Langkah Pembuatan Gambar (Sosiogram)
Dari data yang telah kita buat dalam metrik sosiometri, dapat pula kita buat sebuah peta atau sosiogram. Dalam pembuatan sosiogram usahakan anak yang paling banyak dipilih diletakan ditengah-tengah, agar dapat mudah diketahui siapa yang paling banyak dipilih.
Dengan melihat hasil sosiometri kita dapat mengetahui bagaimana kedudukan dan relasi sosial dari masing-masing anak dalam kelompok. Sehingga hasil dari sosiogram ini dapat dibuat pertimbangan untuk menilai sikap sosial anak dan kepribadiannya dalam kelompok.
Sosiometri sebagai alat penilaian nontes sangat berguna bagi guru dalam beberapa hal, antara lain:
Untuk pembentukan kelompok dalam menentukan kelompok kerja (pembagian tugas)
Untuk pengarahan dinamika kelompok
Untuk memperbaiki hubungan individu dalam kelompok dan memberi bimbingan kepada setiap anak.
Dari uraian tersebut diatas dapatlah dipahami, bahwa dalam rangka hasil evaluasi hasil belajar peserta didik, evaluasi tidak harus semata-mata dilakukan denan mengunakan alat berupa tes-tes hasil belajar. Teknik-teknik nontes juga menempati kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi hasil belajar, lebih-lebih evaluasi yang berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta didik, seperti persepsinya terhadap guru, minatnya, bakatnya, tingkah laku atau sikapnya, dan sebagainya, yang kesemuannya itu tidak mungkin dievaluasi dengan mengunakan tes sebagai alat pengukurnya.
6) Rating scale atau skala bertingkat
Rating scale atau skala bertingkat menggambarkan suatu nilai dalam bentuk angka. Angka-angak diberikan secara bertingkat dari anggak terendah hingga angkat paling tinggi. Angka-angka tersebut kemudian dapat dipergunakan untuk melakukan perbandingan terhadap angka yang lain.
7) Daftar cocok
Daftar cocok adalah sebuah daftar yang berisikan pernyataan beserta dengan kolom pilihan jawaban. Si penjawab diminta untuk memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai.
8) Riwayat hidup
Evaluasi ini dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi mengenai objek evaluasi sepanjang riwayat hidup objek evaluasi tersebut.
Pengembangan Penilaian yang Inovatif
Metode penilaian saat ini berkembang karena berubahnya hal-hal yang dianggap penting dalam proses belajar, seperti komunikasi dan penggunaan teknologi. Tidak semua hasil proses belajar dapat diukur dengan metode penilaian formal (tradisional) seperti ujian tertulis yang selama ini dipergunakan. Untuk itu diperlukan metode-metode penilaian yang baru, metode penilaian yang lebih inovatif untuk mengukur keberhasilan belajar siswa. Metode inovatif lebih menekankan pada:
• proses dari pada isi
• teknologi
• kerja sama
• komunikasi
• partisipasi aktif siswa
• aplikasi di lapangan.
Oleh karena itu, penilaian yang bersifat inovatif ini, yang juga dikenal dengan penilaian informal biasanya muncul bersamaan dengan berlangsungnya proses belajar mengajar.
Metode penilaian inovatif menilai di antaranya melalui portfolio, jurnal siswa, concepts maps (peta konsep), annotated classlist, pertanyaan-pertanyaan, student constructed test, Cognitive Process Checklist, kualitas afeksi siswa, dan penilaian siswa terhadap diri sendiri. Jurnal berisi tentang catatan pelajaran siswa, data, ringkasan, pertanyaan, evaluasi, revisi, kritik dan hal-hal lain yang berhubungan dengan proses belajar.
Annotated Classlist (Daftar Informasi Siswa di dalam Kelas)
Annotated Classlist adalah suatu daftar yang memberikan cara sistematis untuk mengamati siswa di dalam kelas. Komponen yang diamati adalah : tingkah laku, ketrampilan, sikap, dan perhatian.
Student-constructed Test (Test yang Dikonstruksi oleh Siswa)
Student-constructed Test adalah siswa diminta guru untuk membuat daftar pertanyaan (termasuk jawabannya) pada suatu mata pelajaran yang akan diuji. Guru memilih pertanyaan dari daftar pertanyaan tersebut dan dikeluarkan dalam test.
Cognitive Process Checklist (Daftar Proses Ketrampilan Kognitif)
Cognitive Process Checklist melakukan penilaian dengan matriks yang terdiri dari nama-nama siswa dan kata-kata yang berhubungan dengan keterampilan kognitif seperti :  mengklasifikasikan, membuat hipotesis, membuat kesimpulan, menguraikan, mensintesis, mengevaluasi, merencanakan, menyelesaikan masalah.
Concept Maps
Concept maps (peta konsep) adalah proses identifikasi konsep-konsep yang terdapat pada suatu ilmu dan pengorganisasian konsep-konsep tersebut ke dalam bentuk dua dimensi yang disusun secara berurutan dari yang umum ke yang lebih spesifik. Hubungan antara konsep-konsep tersebut dinyatakan dengan kata atau prasa. Kerja concept maps biasanya muncul di dalam brainstorming terhadap materi yang sedang diajarkan. Para siswa dapat mengurutkan atau mengatur konsep-konsep secara hirarkis dalam papan tulis atau buku / lembar kerja. Kemudian konsep-konsep itu dihubungkan dengan satu atau lebih konsep yang lain dengan kata atau prasa yang menjelaskan hubungan antara konsep tersebut.
Concept maps dapat digunakan untuk :
• revisi topik atau materi
• memotivasi siswa
• menguatkan ide tentang suatu topik atau materi
• membangun diskusi tentang suatu topik
• membuat urutan ide dalam suatu topik atau materi
• klarifikasi konsep-konsep
Langkah-langkah untuk membuat concept maps dapat dijelaskan sebagai berikut.
Pertama-tama guru memilih materi yang relevan. Map (peta) direncanakan memang relevan untuk menjelaskan konsep dari materi yang akan diajarkan. Langkah yang kedua para siswa melakukan brainstorming terhadap materi, dan membuat daftar dari konsep-konsep yang ada pada materi tersebut. Kemudian urutkan konsep-konsep yang ada ke dalam yang sifatnya umum (sangat penting) ke konsep-konsep yang sifatnya khusus (kurang penting). Berikutnya, letakkan konsep yang sangat umum (sangat penting) pada bagian paling atas, berturut-turut kemudian untuk konsep yang lebih spesifik (kurang penting) di bawahnya. Akhirnya, hubungkan antara konsep yang ada dengan kata atau prasa yang mengidentifikasikan hubungan antara konsep tersebut. Bila mungkin, bisa juga dicari hubungan antara konsep yang sifatnya cross.
Portfolio
Portfolio adalah kumpulan hasil pekerjaan siswa dalam suatu topik tertentu. Isi portofolio dapat berupa data, analisis data, gambar, diagram, contoh-contoh, problem solving, kuis dan lain lain. Dalam pengerjaan portfolio memungkinkan siswa untuk menunjukkan kemampuannya. Contoh portfolio yang paling sederhana adalah map dengan kumpulan-kumpulan bukti yang dapat berupa :
artefact, yaitu dokumen yang dihasilkan selama proses belajar seperti laporan praktikum, pekerjaan rumah, proyek penelitian
reproduksi, yaitu foto, film, artikel, buku, copy
attestation, dokumen siswa yang disiapkan oleh orang lain seperti orang tua, teman, guru
produksi, yaitu dokumen yang khusus dibuat untuk pengerjaan portofolio.
Struktur portfolio ini meliputi :
1. Tema/Judul
2. Tujuan
3. Daftar isi
4. Bukti-bukti dan keterangannya
5. Kesimpulan
6. Refleksi
Dengan struktur seperti itu, bisa dikatakan bahwa portfolio adalah semacam paper atau lembar kerja, bisa juga semacam kliping yang berisi tentang pembuktian terhadap topik yang ditugaskan oleh guru. Hanya saja dalam proses pengerjaannya siswa selalu dapat berkonsultasi dengan guru tentang bukti-bukti yang mendukung dari topik yang dipilih. Bukti-bukti itu bisa berupa artefact, reproduksi, attestation, dan produksi. Dengan demikian dari waktu ke waktu guru bisa menilai kemajuan dan kemampuan siswa dalam mencari bukti pendukung terhadap suatu topik yang ditugaskan. Yang terpenting dari kerja portfolio adalah kemampuan siswa memberikan atau menjelaskan bukti-bukti yang diperoleh (struktur ke 4 dari portfolio). Dari penjelasan siswa ini guru akan mengetahui betul kemampuan siswa di dalam menjawab suatu masalah dengan bukti pendukungya. Di samping itu, refleksi dari siswa (struktur ke 6 dari portfolio) juga sangat membantu guru untuk mengetahui akan kemampuan mengekspresikan tema yang ada di dalam aplikasi atau pengembangan keilmuan berikutnya. Penjelasan dan bukti-bukti yang disusun siswa bisa juga disajikan dalam bentuk concept maps.
Portfolio dievaluasi dengan cara :
Pertemuan teratur siswa dan guru untuk menilai kemajuan pengerjaan portfolio Menentukan standar atau kriteria tertentu, dan menilai apakah bukti yang dikumpulkan sesuai dengan kriteria pengorganisasian bukti Substansi materi portfolio secara keseluruhan.
6. Pertanyaan-Pertanyaan
Selama berlangsungnya proses belajar mengajar, guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan kepada para siswanya. Pertanyaan lisan dan tertulis dapat memberikan informasi yang kaya sebagai bahan penilaian. Menurut Sullivan (1987) pertanyaan yang “baik” bersifat :
♦ Mendalam (lebih dalam dari mengingat dan reproduksi)
♦ Mendidik
♦ Terbuka atau dapat menerima beberapa jawaban
Melalui pertanyaan yang baik akan terbentuk dialog antara guru dan siswa sehingga guru dapat mengetahui apa yang sudah diketahui dan yang belum diketahui siswa. Senada dengan Sullivan, Paul Swan (1995) juga telah menyarankan bahwa untuk merangsang berpikir siswa hendaknya para guru di dalam proses belajar mengajarnya meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat tertutup. Untuk itu hendaknya para guru harus lebih banyak mengajukan pertanyaan yang bersifat terbuka, bahkan bila mungkin pertanyaan itu mengarah ke investigasi. Hampir senada dengan Paul Swan, Piet Speyers (1991) juga mengatakan bahwa pertanyaan yang baik adalah yang mengarah pada kegiatan problem solving dalam setiap pembelajarannya. Beberapa contoh pertanyaan yang bersifat terbuka dan mengarah ke investigasi (dalam matematika) bisa disebutkan misalnya :
sebuah persegi panjang mempunyai luas 48 meter persegi, berapa kemungkinan keliling persegi panjang tersebut ?
sebuah persegi panjang mempunyai keliling 40 meter, berapa kemungkinan luas persegi panjang tersebut ?
empat buah bilangan mempunyai rata-rata 24,5; berapa saja kemungkinannya bilangan-bilangan tersebut ?
gambarkan sebuah segitiga yang mempunyai luas 12 cm2 ?
Sementara itu, berkaitan dengan materi pembelajarannya, David Clarke (1997) menyarankan tigal jenis pertanyaan yang bisa dikembangkan seorang guru. Pertama, pertanyaan hendaknya merangsang daya abstraksi siswa. Kedua, pertanyaan harus memperhatikan konstektualitas materi yang sedang dipelajari, dan akhirnya pertanyaan hendaknya memperhatikan segi keterhubungan antar konsep yang telah dan sedang dipelajari dengan problem keseharian. Dengan mengajukan pertanyaan semacam itu, Clarke mengatakan bahwa guru telah menjadikan materi pembelajarannya menjadi semakin sempurna. Misalnya dalam proses perpelajaranan guru bisa meminta siswa mendiskusikan dan mencari solusinya dari informasi Bank Dunia sebagai berikut :
“Penduduk kota Besar B bertambah dengan 1 juta orang setiap minggunya, dan akan menjadi lebih dari separo penduduk dunia dalam jangka waktu sepuluh tahun”.
Kemudian guru bisa meminta para siswa dengan pertanyaan misalnya :
Gambarkan suatu grafik yang menggambarkan informasi dari Bank Dunia tersebut ?
Dari informasi tersebut, representasikan dalam suatu tabel, dan bila mungkin buatlah suatu persamaan yang menggambarkan informasi tersebut. Diskusikan cara mana yang lebih tepat untuk merepresentasikan informasi Bank Dunia tersebut ?.
Metode penilaian inovatif dapat diterapkan pada sistem belajar mengajar kita.
Kelebihan metode tersebut adalah :
lebih memberikan bukti kinerja siswa sebagai bahan penilaian
lebih adil dalam menilai
membangun cara bepikir kritis
meningkatkan kemampuan siswa baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotor
siswa lebih terlibat dalam pengerjaan tugas-tugasnya.
Kekuranganya :
lebih banyak waktu yang dibutuhkan siswa untuk memberikan bukti sebagai bahan penilaian
lebih banyak waktu yang dibutuhkan guru untuk mendapatkan bukti bahan penilaian yang didapatkan dari keterlibatan dalam proses pengerjaan tugas yang dikerjakan siswa dan dari hasil akhir pekerjaan siswa.
7.  Penilaian kualitas afeksi siswa
Penilaian kualitas afeksi siswa dilakukan dengan matriks yang terdiri dari nama-nama siswa dan kata-kata yang berhubungan dengan afeksi siswa seperti : kemauan, kesabaran, keingintahuan, kontrol diri, pertimbangan, kebebasan, harga diri, toleransi, kesedian menerima pendapat, kemampuan untuk berpartisipasi dalam kelompok.
Pengukuran Domain Afektif
Mengacu klasifikasi domain tujuan pendidikan menjadi domain kognitif, afektif, dan psikomotor, maka untuk mencapai tujuan ketiga domain tersebut diperlukan instrumen yang valid untuk mengukur pencapaian ketiga domain tersebut. Pengukuran domain afektif tidak semudah mengukur domain kognitif. Pengukuran domain afektif tidak dapat dilakukan setiap saat (dalam arti pengukuran formal) karena perubahan tingkah laku peserta didik dapat berubah sewaktu-waktu. Pembentukan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama.
Dalam skala nasional (dengan mengacu kepada tujuan pendidikan nasional) domain atau ranah afektif memiliki cakupan lebih banyak dibandingkan dengan domain atau ranah kognitif dan psikomotor. Penjabaran tujuan pendidikan nasional ke dalam tujuan jenjang dan satuan pendidikan, kelompok mata pelajaran hingga tujuan mata pelajaran, tidak terlepas dengan tujuan pendidikan nasional, hanya proporsi dari masing-masing domain tersebut tidak sama untuk masing-masing mata pelajaran. Kelompok mata pelajaran pendidikan agama dan akhlak mulia memiliki porsi lebih banyak domain afektifnya dibanding kelompok mata pelajaran yang lainnya.
Domain afektif dijabarkan menjadi 5 level, yaitu penerimaan, partisipasi, penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup. Untuk memudahkan dalam memilah kata kerja yang cocok untuk masing-masing level tersebut. Menurut Suharsimi, terdapat beberapa skala sikap yang dapat dipergunakan untuk mengukur domain afektif, di antaranya sebagai berikut.
Skala Likert; skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dan diikuti oleh lima respon yang menunjukkan tingkatan. Misalnya: SS (sangat setuju), S (setuju), TB (tidak berpendapat/abstain), TS (tidak setuju), STS (sangat tidak setuju).
Skala Pilihan Ganda; skala ini dikembangkan oleh Inkels, seorang ahli penilaian di Stanford University. Skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda, yaitu terdiri dari sejumlah pertanyaan yang diikuti oleh sejumlah alternatif jawaban.
Skala Thurstone; skala ini mirip dengan skala Likert karena merupakan suatu instrumen yang pilihan jawabannya menunjukkan tingkatan. Perbedaan skala Thurstone dengan skala Likert, pada skala Thurstone rentang skala yang disediakan lebih dari lima pilihan, dan disarankan sekitar sepuluh pilihan jawaban (misalnya dengan rentang angka 1 s/d 11 atau a s/d k). Jawaban di tengah adalah netral, semakin ke kiri semakin tidak setuju, sebaliknya semakin ke kanan semakin setuju.
Skala Guttman; skala ini sama dengan yang disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah pertanyaan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak”. Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan tingkatan yang berurutan sehingga bila responden setuju pernyataan nomor 2, diasumsikan setuju nomor 1, selanjutnya jika responden setuju dengan pernyataan nomor 3, berarti setuju penyataan nomor 1 dan 2. Contoh:
1). Saya mengizinkan anak saya bermain ke tetangga.
2). Saya mengizinkan anak saya pergi ke mana saja ia mau.
3). Saya mengizinkan anak saya pergi kapan saja dan ke mana saja.
4). Anak saya bebas pergi ke mana saja tanpa minta izin terlebih dahulu.
e. Semantic Differensial; instrumen ini disusun oleh Osgood dan kawan-kawan dipergunakan untuk mengukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensi-dimensi yang ada diukur dalam kategori; baik-tidak baik, kuat-lemah, dan cepat-lambat atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak berguna. Contoh:
Main Musik
Baik 1 2 3 4 5 6 7 Tidak Baik
Berguna 1 2 3 4 5 6 7 Tidak berguna
Aktif 1 2 3 4 5 6 7 Pasif
Dengan mengacu pada pembagian skala data menjadi empat, yaitu skala data nominal, ordinal, interval, dan rasio,  Augusty Ferdinan mengemukan teknik pengukuran untuk masing-masing skala data tersebut.
1. Pengukuran Data Nominal
Untuk mengukur data nominal dapat menggunakan pertanyaan dengan sejumlah pilihan tertentu, atau pertanyaan dengan diakhiri titik-titik kosong, responden diminta untuk menulis jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Pemberian angka pada kategori jawaban respon sematamata sebagai identitas atau tanda tertentu.
2. Pengukuran Data Ordinal
a. Forced Ranking; dalam teknik ini seseorang (responden) diminta untuk memberikan ranking pada sejumlah pilihan tertentu yang disediakan. Contoh: Mohon saudara memberikan ranking preferensi terhadap 5 perguruan tinggi agama Islam berikut. Berikan angka 1 untuk yang paling diminati, 2 untuk yang paling diminati berikutnya, hingga angka 5 untuk yang paling tidak diminati:
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta ...............
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta................
Universitas Islam Negeri Malang ..............................................
Institut Agama Islam Negeri Walisongo Semarang ..................
Institut Agama Islam Sunan Ampel Surabaya ..........................
b. Semantic Scale; teknik ini dipergunakan untuk menghasilkan respon terhadap sebuah stimuli, yang disajikan dalam kategori semantik dan menyatakan sebuah tingkatan sifat atau keterangan tertentu. Contoh:
Apakah saudara suka minuman kopi?
............... ................ ............... ................ .............
sangat tidak suka       tidak suka          netral        suka      sangat suka
      (=1)                       (=2)           (=3)                 (=4)                    (=5)
c. Summated (Likert) Scale; skala Likert adalah sebuah ekstensi dari skala semantik, perbedaan utamanya adalah pertama, skala ini menggunakan lebih dari satu item pertanyaan, di mana beberapa pertanyaan digunakan untuk menjelaskan sebuah konstruksi, lalu jawabannya dijumlahkan oleh karenanya disebut summated scala. Kedua, skala ini dikalibrasi dengan cara jawaban yang netral diberi kode “0”.
Contoh:
1. Apakah saudara suka minum kopi?
............... ................ ......X......... ................ ..................
sangat tidak suka       tidak suka          netral        suka      sangat suka
          (-2)                       (-1)                   (0)            (1)               (2)
2. Apakah kopi termasuk minuman yang menyehatkan?
............... ............... ............... ......X......... ................
sangat tidak sehat      tidak sehat           netral            sehat           sangat sehat
           (-2)                       (-1)                     (0)               (1)                   (2)
3. Apakah saudara pikir, orang-orang sebaya saudara suka minuman kopi?
............... ................ ............... ................ .........X.......
sangat tidak suka       tidak suka          netral        suka      sangat suka
         (-2)                          (-1)                   (0)          (1)               (2)
Jawaban dari skala di atas bila dijumlahkan = 0 + 1 + 2 = +3, yang mengindikasikan sikap yang positif terhadap kopi.
3. Pengukuran Data Interval
a. Bipolar Adjective; skala ini merupakan penyempurnaan dari semantic scale, dengan harapan agar respons yang dihasilkan dapat merupakan intervally scaled data. Caranya adalah dengan memberikan hanya dua kategori ekstrim. Contoh:
Apakah audara suka minuman kopi?
Sangat tidak suka 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sangat suka
Jelaskan bagaimana kesukaan saudara pada kopi: .........................................
b. Agree-Disagree Scale; skala ini merupakan salah satu bentuk lain dari bipolar adjective, dengan mengembangkan pertanyaan yang menghasilkan jawaban setuju–tidak setuju dalam berbagai rentang nilai. Contoh:
Kopi adalah minuman alamiah yang menyehatkan tubuh.
Sangat tidak setuju 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 sangat setuju
Jelaskan bagaimana ia menyehatkan tubuh dan rasa apa yang saudara rasakan waktu minum kopi
.................................................. ......................................
c. Continous Scale; skala ini merupakan salah satu teknik pengukur data untuk menghasilkan data interval, di mana responden diminta untuk memberikan jawaban pada garis yang ditentukan,
dan setelah itu peneliti pengukur posisi yang dipilih oleh responden untuk menghasil skor tertentu.
Kopi adalah minuman alamiah yang menyehatkan tubuh.
Sangat tidak setuju_________________________________ sangat setuju
Jelaskan bagaimana ia menyehatkan tubuh, dan rasa apa yang saudara rasakan waktu minum kopi
............................................. .........................................
d. Equal With Interval; teknik ini dipergunakan dengan menanyakan responden termasuk ke dalam kategori mana pandangan mereka dapat diletakkan. Bila rentang yang digunakan tidak equal, maka data yang dihasilkan cenderung merupakan data ordinal. Contoh:
Berapa jumlah buku agama yang saudara miliki di rumah?
................ ................. ................. .................. ...................
1 – 2 3 – 4 5 – 6 7 – 9 10 ke atas

4. Pengukuran Data Rasio
a. Direct Quantification (Kuantifikasi Langsung); teknik ini dilakukan dengan menanyakan secara langsung nilai dari sebuah konstruksi. Contoh:
Berapa uang saku yang diberikan kepada saudara setiap hari? Rp. .................
Berapa uang saku saudara ditabung dalam satu minggu? Rp. .........................
b. Constant Sum Scale (Skala Berjumlah Konstan); skala ini dapat dipergunakan untuk mengetahui preferensi konsumen atas beberapa jenis sesuai dengan konstruk tertentu. Contoh:
Alokasikan angka 100 ke dalam empat jenis bacaan berikut sesuai dengan tingkat kesenangan saudara!
1. buku cerita = ....................
2. buku ilmiah = ....................
3. buku agama = ....................
4. koran = ....................
Total = 100
c. Reference Alternative (Alternatif Rujukan), yaitu dengan menentukan sebuah acuan rujukan, dan penilaian diberikan dengan membandingkan pada acuan yang dirujuk tersebut. Teknik ini disebut juga dengan magnitude scaling.
Bila buku agama dinilai 100, berapa nilai yang saudara berikan pada alternatif berikut:
1. buku cerita = ....................
2. buku ilmiah = ....................
3. majalah = ....................
4. koran = ....................

B. Alat Penilaian Non Test
           Ada beberapa alat penilaian yang sering digunakan dalam penilaian. Alat tersebut adalah skala penilaian, daftar cek, catatan anekdot, dan catatan kumulatif. Untuk lebih jelasnya diuraikan di bawah ini.
Skala Penilaian
Skala penilaian adalah alat penilaian yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cirri-ciri tertentu dan menentukan tingkat atau jumlah yang telah dicapai yang bersangkutan dengan jumlah atau ciri-ciri tertentu tersebut. Skala penilaian bisa digunakan dalam teknil wawancara, observasi, angket.
Menurut bentuknya skala penilaian dibedakan menjadi:
Bentuk kuantitatif
Skala penilaian bentuk kuantitatif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya dibedakan dengan angka.
Contoh dalam diskusi kelompok, apabila peserta memiliki sifat di bawah ini secara sempurna lingkarilah angka 10 dan apabila tidak sama sekali, lingkari angka 1.
Kerjasama 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Partisipasi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Inisiatif  1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Bentuk desktiftif
Skala penilaian bentuk deskriptif adalah skala penilaian yang perbedaan tingkatnya dibedakan dengan pernyataan.
Contoh berilah tanda cek (√) di depan pernyataan yang merupakan sifat yang dimiliki peserta diskusi kelompok.
Partisipasi :
………..   Tidak partisipasi aktif dalam kelompok
………..   kadang-kadang partisipasi
………..   berpartisipasi aktif
………..  sangat partisipasi dalam kelompok
Bentuk grafis
Skala penilaian dalam bentuk grafis adalah skala penilaian yang tingkatannya dimasukkan ke dalam kotak-kotak, dimana yang menilai member tanda cheek list pada kotak tersebut.

Contoh :

Tidak partisipasi aktif dalam kelompok
kadang-kadang partisipasi
berpartisipasi aktif
sangat partisipasi dalam kelompok

Daftar cek
Daftar cek adalah alat penilaian non test yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan cirri-ciri tertentu, tetapi tidak ada perbedaan tingkatan secara kuantitatif. Daftar cek ini bisa digunakan dalam teknik penilaian wawancara, observasi, angket.
Daftar cek dikerjakan dengan memberikan tanda cek (√) di samping ciri yang diamati dalam rangkaian tingkah laku atau hasil kerja yang sedang dinilai. Apabila cirri tersebut tidak ditemukan, maka dikosongkan.
Contoh:
Berilah tanda cek (√) pada stiap pernyataan di bawah ini, yang merupakan cirri dari kebiasaan si Ani dalam mempelajari kesenian.
………… 1 Ani tidak menyukai kesenian
………… 2 Ani membersihkan tempat kerjanya setelah pelajaran Kesenian.
………… 3 Selama pelajaran ksenian, Ani belajar dengan baik dan menyelesaikan tugas yang diberikan.
Catatan anekdot
Catatan anekdot adalah alat penilaian dengan cara mengumpulkan catatan-catatan kejadian khusus yang dibuat sebagai hasil pengamatan guru terhadap tingkah laku siswa yang dinilai. Catatan anekdot berguna untuk menelaah perkembangan individu siswa. Catatan anekdot harus memiliki syarat objektif, deskriptif, hendaknya mengemukakan situasi satu persatu dan selektif.
Catatan Anekdot yaitu catatan khusus mengenai hasil pengamatan tentang tingkah laku anak yang dianggap penting (istimewa). Catatan anekdot ini ada dua macam yaitu anekdot insidental, digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi sewaktu-waktu, tidak terus-menerus. Sedangkan catatan anekdot periodik digunakan untuk mencatat peristiwa tertentu yang terjadi secara insedental dalam suatu periode tertentu. Catatan anekdot mempunyai kegunaan dalam melaksanakan observasi trerhadap tingkah laku anak. Kegunaanya untuk memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang murid sebagai individu yang kompleks, memperoleh pemahaman tentang sebab-sebab dari suatu problema yang dihadapinya, dan dapat dijadikan dasar utuk pemecahan masalah anak dalam belajar.

Catatan kumulatif
Catatan kumulatif adalah alat penilaian yang bersumber dari kumpulan data tentang diri seorang siswa. Catatan ini sering disebut data pribadi atau kartu pribadi, misalnya :
Identitas siswa
Keadaan siswa dan status social siswa, prestasi belajar,
Data riwayat kesehatan,
Hobby
Minat
Bakat umum dan khusus
Hasil bimbingan yang telah dilakukan

Syarat Alat Penilaian
Suatu alat penilaian haruslah memenuhi unsur-unsur validitas. Dalam hal ini alat penilaian harus valid, yang meliputi validitas: isi / kurikuler, ramalan, kesamaan. Di samping itu, alat penilaian juga harus reliabel. Reliabililitas alat penilaian bisa dilakukan dengan jalan : tes ulang, pecahan setara, belah dua. Alat penilaian juga harus praktis, artinya mudah dilaksanakan dan dipahami oleh siswa. Di samping itu suatu alat penilaian juga jangan terlalu sukar, tetapi sebaliknya juga jangan terlalu mudah. Atau dengan kata lain alat penilaian sebaiknya mempunyai taraf kesukaran yang sedang. Syarat lain yang harus dipenuhi adalah alat penilaian harus bisa membedakan antara siswa yang pandai dengan siswa yang tidak pandai. Ini berarti alat penilaian juga harus mempunyai daya pembeda yang tinggi.

Teknik evaluasi nontes berarti melaksanakan penilaian dengan tidak mengunakan tes. Tehnik evaluasi ini umumnya untuk menilai keperibadian anak secara  menyeluruh meliputi sikap, tingkah laku, sifat, sikap social, ucapan, riwayat hidup dan lain-lain yang berhubungan dengan kegiatan belajar dalam pendidkan baik individual maupun secara kelompok.
Tekhnik nontes terdiri atas ; Observasi (pengamatan), Wawancara (interview), Angket  (Questionave), Pemeriksaan Dokumen (Dukomentary Analisis), dan Sosiometri. Tiap-tiap metode penilaian memiliki kelebihan dan kekurangan, tetapi pada dasarnya dapat diterapkan (disesuaikan) pada semua mata pelajaran pada sistem belajar mengajar kita. Akhirnya, aktivitas penilaian yang baik adalah identik dengan aktivitas pengajaran yang baik.
Mengacu klasifikasi domain tujuan pendidikan menjadi domain kognitif, afektif, dan psikomotor, maka untuk mencapai tujuan ketiga domain tersebut diperlukan instrumen yang valid untuk mengukur pencapaian ketiga domain tersebut. Pengukuran domain afektif tidak semudah mengukur domain kognitif. Pengukuran domain afektif tidak dapat dilakukan setiap saat karena perubahan tingkah laku peserta didik dapat berubah sewaktu-waktu. Pembentukan sikap seseorang memerlukan waktu yang relatif lama.
Untuk mengukur domain afektif dan sebagian psikomotor diperlukan pengembangan instrumen evaluasi nontes (alternative test). Pengembangan instrumen ini relatif lebih sulit dibandingkan dengan pengembangan instrumen evaluasi tes. Untuk itu, diperlukan kajian yang seksama dalam menurunkan serta menjabarkan domain afektif ke dalam aspek-aspek yang spesifik untuk dapat mengembangkan instrumen yang valid dan reliabel.
Ada beberapa alat penilaian yang sering digunakan dalam penilaian. Alat tersebut adalah skala penilaian, daftar cek, catatan anekdot, dan catatan kumulatif.