Rabu, 08 Juni 2011

Prestasi belajar


BAB VIII
PRESTASI BELAJAR

A. INDIKATOR PRESTASI BELAJAR
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajarideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubahsebagai akibat pengalaman dan proses belajar siswa.  Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkahlaku seluruh ranah itu khususnya ranah afektif siswa sangat sulit.  Hal ini disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible (tidak dapat diraba). Oleh karena itu yang dapat dilakukan gurud alam hal ini adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yangterjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi kognitif, afektif maupun psikomotor. Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai diatas adalah mengetahui garis-garis besar indicator (penunjuk adanya prestasi tertentu) dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.  Selanjutnya agar pemahaman dapat lebih mendalam mengenai kunci pokok tadi maka untuk memudahkan alat dan kiat evaluasi yang dipandang tepat, reliabel dan valid di bawah ini disajikan table yang berkenaan dengan ketiga ranah psikologis (Suryabrata, 1982 : 102) :




Tabel Jenis, Indikator dan Cara Evaluasi Prestasi
Ranah /Jenis Prestasi
Indikator
Cara evaluasi
A. Ranah Kognitif (cipta)



1. Pengamatan
1.Dapat menunjukkan
2.Dapatmembandingkan
3.Dapatmenghubungkan
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
2. Ingatan
1. Dapat menyebutkan
2.Dapatmenunjukkan kembali
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
3. Observasi
3. Pemahaman
1. Dapat menjelaskan
2.Dapat mendefinisikan dengan  
    lisan sendiri
1. Tes lisan
2. Tes tertulis
4. Aplikasi /Penerapan
1. Dapat memberikan contoh
2.Dapat menggunakan secara
    tepat
1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas
3. Observasi
5. Analisis (pemeriksaan
   Dan pemilahan secara 
    teliti
1. Dapat menguraikan
2.Dapat mengklasifikasikan   
    atau memilah milah
1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas
6. Sintesis (membuat panduan baru dan utuh)

1. Dapat menghubungkan materi-
    materi, sehingga menjadi  
    kesatuan baru
2. Dapat menyimpulkan
3.Dapat menggeneralisasikan    
   (membuat prinsip umum)

1. Tes tertulis
2. Pemberian tugas

B. Ranah Rasa
(Afektif)



1. Penerimaan
1. Menunjukkan sikap menerima
2. Menunjukkan sikap
     menolak
1. Tes tertulis;
2. Tes skala sikap;
3. Observasi
2. Sambutan

1. Kesediaan berpartisipasi  
    atau terlibat
2. Kesediaan memanfaatkan
1. Tes skalasikap;
2. Pemberiantugas;
3. Observasi
3. Apresiasi (sikapmenghargai)

1. Menganggap penting dan  
    bermanfaat
2. Menganggap pentingdan  
    harmonis
3. Mengagumi
1. Tes skalasikap;
2. Pemberiantugas;
3. Observasi

4.Internalisasi(pendalaman)

1. Mengakui dan  meyakini
2. Mengingkari

1. Tes skalasikap;
2. Pemberian tugas  Ekspresif 
(yang menyatakan sikap) dan tugas proyektif (yang menyatakan perkiraan atau ramalan)
5. Karakterisasi 
   (Penghayatan)

1.Melembagakan ataumeniadakan;
2.Menjelmakan dalam pribadi dan
    prilaku sehari-hari.
1.Pemberian tugas 
  ekspresifdan proyektif
2. Observasi
C. Ranah karsa
(Psikomotor)



1. Keterampilan bergerak
dan bertindak

Kecakapan mengkoordinasikan gerak mata, tangan,kaki dan anggota tubuh lainnya.

1. Observasi
2. Tes tindakan
2. Kecakapan ekspresi verbal dan non verbal

1. Kefasihan melafalkan
atau mengucapkan;
2. Kecakapan membuat
mimik dan gerakan
jasmani

1. Tes lisan;
2. Observasi:
3. Tes tindakan


B. PENDEKATAN EVALUASI PRESTASI BELAJAR
Ada dua macam pendekatan yang amat popular dalam mengevaluasi atau menilai tingkat keberhasilan prestasi belajar yaitu (Tardif, 1989 : 131):
1.Norm – referencing atau Norm ReferncedAssesment;
2.Criterion-referencing atau Criterian- Referencedassesment
Di Indonesia pendekatan-pendekatan ini lazim disebut Penilaian Acuan Norma (PAN) dan Penilaian Acuan Kriteria (PAK).
1. Penilaian Acuan Norma (Norm-ReferencedAssesment)
Dalam penilaian yang menggunakan pendekatan PAN (Penilaian Acuan Norma), prestasi belajar seorang peserta didik diukur dengan membandingkannya dengan prestasi yang dicapai teman-teman sekelasnya atau sekelompoknya.
(Tardif, 1989 : 227). Jadi, pemberian skor atau nilai peserta didik tersebut merujuk pada hasil perbandingan antara skor-skor yang diperoleh temanteman
sekelompoknya dengan skornya sendiri (Nasution, 1996 : 195). Sebagai contoh, sekelompok SLTP terdiri dari 10 orang dan memperoleh skor hasil evaluasi formatif Pendidikan Agama Islam (PAI) masing-masing : 50, 45, 45, 40, 40, 40, 35, 35, 30, 25
Skor-skor di atas, mula-mula dipandang sebagai nilai mentah, lalu dikonversikan/diubah ke dalam nilai-nilai dengan rentangan 1 sampai 10 atau 10-100. Hasilnya, karena skor di atas yang tertinggi adalah 50, maka siswa yang mendapat skor tersebut berarti meraih nilai 10 atau 100, sedang siswa yang mendapat skor rendah (25) berarti memperoleh nilai 5 atau 50. Secara professional skor-skor di atas setara dengan nilai 10, 9, 9, 8, 8, 8, 7, 7, 6 dan 5 atau 100, 90 dan seterusnya kebawah.    Selain itu , pendekatan PAN juga diimplimentasikan dengan cara menghitung dan membandingkan persentase jawaban benar yang dihasilkan seorang siswa dengan persentase jawaban benar yang dihasilkan kawan-kawan sekelompoknya. Kemudian, persentase jawaban jawaban benar masing-masing siswa tersebut dikonversikan ke dalam nilai 1-10 atau 10-100. contoh, apabila soal evaluasi sumatif matematika untuk siswa kelas 3 Madrasah Tsanawiyah terdiri dari 60 butir dan persentase jawaban benar tertinggi adalah 83,3% misalnya, maka persentase ini dianggap bernilai 10 atau 100. Nilai ini muncul berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus sederhana, yakni :
Jumlah Jawaban benar       x  100
     Jumlah butir soal
Yang dalam hal ini :  50 (jawaban benar) x 100 = 83,360 (butir soal)
Selanjutnya , untuk persentase jawaban benar 75% dikonversikan ke dalam nilai 9 atau 90 dengan perhitungan  :             10 83,3% 75% x = 9 atau 90
Dengan demikian, untuk persentase-persentase jawaban benar lainnya seperti 60%, 50% dan seterusnya dikonversikan ke dalam nilai-nilai yangrelevan berdasarkan perhitungan di atas.
2. Penilaian Acuan Kriteria (Criterion-Referenced
Assesment)Penilaian dengan pendekatan PAK (PenilaianAcuan Kriteria) menurut Tardif (1989 : 95) merupakan proses pengukuran prestasi belajar dengan cara membandingkan pencapaian seorang siswa dengan berbagai perilaku ranah yang telah ditetapkan secara baik (well difined domain behaviour) sebagai patokan absolut. Oleh karena itu, dalam mengimplementasikan pendekatan Penilaian Acuan Kriteria diperlukan adanya kriteria mutlak yang merujuk pada tujuan pembelajaran umum dan khusus (TPU dan TPK). Artinya, nilai atau kelulusan seseorang siswa bukan berdasarkan perbandingan dengan nilai yang dicapai oleh teman-teman sekelompoknya melainkan ditenukan oleh penguasaannya atas materi pelajaran hingga batas yang sesuai dengan tujuan instruksional. Pendekatan penilaian seperti di atas biasanya diterapkan dalam sistem belajar tuntas (masterylearning).  Dalam sistem belajar tuntas, seorang siswa baru dapat dinyatakan lulus dalam evaluasi suatu mata pelajaran apabila ia telah menguasai seluruh materi secara merata dan mendalam dengan nilai minimal 80 (Pressley &McCormick, 1995 : 580).  Sebagai contoh, apabila pelajaran agama di kelas I SLTP misalnya harus dikuasai secara tuntas antara lain siswa harus terampil mempraktekkan sholat lengkap dengan penguasaan atas arti bacaan dan do’anya, lalu penguasaannya ditentukan minimal 80%, maka nilai kelulusan pelajaran tersebut harus bergerak dari 80 sampai 100. oleh karena itu, seorang siswa yang telah mencapai nilai 75 sekalipun, belum dapat dinyatakan lulus/berhasil meskipun nilai ini tertinggi  di antara nilai teman-temannya yang rata rata mungkin hanya 70 atau kurang.

C. BATAS MINIMAL PRESTASI BELAJAR
Setelah mengetahui indikator dan memperoleh skor hasil evaluasi prestasi belajar, seorang guru perlu mengetahui bagaimana kiat menetapkan batas minimal keberhasilan belajar para siswanya. Hal ini penting karena mempertimbangkan batas terendah prestasi siswa yang dianggap berhasil dalam arti luas bukanlah perkara yang mudah. Keberhasilan dalam arti luas berarti keberhasilan yang meliputi ranah kognitif, afektif dan psikomotor.  Ranah-ranah psikologis, walaupun berkaitan satu sama lain, kenyataannya sukar diungkap sekaligus jika hanya melihat perubahan yang terjadi pada salah satu ranah.   Contoh:  seorang siswa yang memiliki nilai tinggi dalam bidang studi agama Islam misalnya, belum tentu rajin beribadah sholat. Sebaliknya, siswa lain yang mendapat nilai cukup dalam bidang studi tersebut, justru menunjukkan perilaku yang baik dalam kehidupan beragama sehari hari.  Jadi, nilai hasil evaluasi sumatif atau ulangan“X” dalam raport, misalnya, mungkin secara efektif dan psikomotor menjadi “X-“ atau “ X+”.   Inilah tantangan berat yang harus dihadapi oleh para guru sepanjang masa. Untuk menjawab tantangan ini guru seharusnya tidak hanya terikat oleh kiat penilaian yang bersifat kognitif, tetapi juga memperhatikan kiat penilaian yang bersifat afektif dan psikomotor siswa.  Menetapkan batas minimum keberhasilan belajar siswa selalu berkaitan dengan upaya pengungkapan hasil belajar. Ada beberapa alternative norma pengukuran tingkat keberhasilan siswa setelah mengikuti proses belajar. Diantara norma-norma pengukuran tersebut adalah :
1.Norma skala angka dari 0 sampai 10
2.Norma skala angka dari 0 sampai 100
Angka terendah yang menyatakan kelulusan atau keberhasilan belajar (passing grade) skala 0-10 adalah 5,5 atau 6, sedangkan untuk skala 0-100 adalah 55 atau 60. Pada prinsipnya jika seorang siswa dapat menyelesaikan lebih dari separuh tugas atau dapat menjawab lebih dari instrumen evaluasi dengan benar, ia dianggap telah memenuhi target minimal keberhasilan belajar. Namun demikian, kiranya perlu dilakukan pertimbangkan oleh para guru sekolah penetapan passing grade yang lebih tinggi (misalya 65 atau 70) untuk pelajaran-pelajaran inti (coresubject).  Pelajaran-pelajaran inti ini meliputi, antaral ain : bahasa dan matematika, karena kedua bidang studi ini (tanpa bermaksud mengurangi pentingnya bidang studi lain) merupakan “kunci pintu ”pengetahuan-pengetahuan lainnya. Pengkhususan passing grade seperti ini sudah berlaku umum dibanyak negara maju dan telah mendorong peningkatan kemajuan belajar siswa dalam bidang bidang studi lainnya.  Selanjutnya, selain norma-norma tersebut di atas ada pula norma lain yang berlaku di perguruan tinggi yaitu norma prestasi belajar dengan menggunakan simbol huruf-huruf A, B, C, D dan E. Simbol huruf-huruf ini dapat dianggap sebagai terjemahan dari symbol symbol angka sebagaimana dijelaskan dalam tabel dibawah ini :
Perbandingan Nilai Angka, Huruf dan Predikatnya Simbol-simbol Nilai Huruf Predikat  8 - 10                    80 – 100            A             3,1 – 4                A                  Sangat Baik
7 - 7,9                   70 – 79                B            2,1 -  3                 B                  Baik
6 – 6,9                 60 – 69                C            1,1 -   2                C                  Cukup
5 – 5,9                  50 – 59                D            1                          D                 Kurang
0 – 4,9                  0 – 49                 E            0                          E                  Gagal

Perlu ditambahkan bahwa simbol nilai angka yang berskala antara 0 sampai 4 seperti yang tampak pada tabel di atas lazim dipergunakan di perguruan tinggi.  Skala angka yang berinterval jauh lebih pendek daripada skala angka lainnya dipakai untuk menetapkan indeks prestasi (IP) mahasiswa, baikpada setiap semester maupun pada akhir penyelesaian studi.  Hal lain yang lebih penting dalam proses evaluasi prestasi bukan norma mana yang harus diambil, melainkan sejauh mana norma itu dipakai secara lugas untuk mengevaluasi seluruh kecakapan siswa yaitu kognitif, afektif dan psikomotor)

Rabu, 04 Mei 2011

SIFAT, TEKNIK DAN RAGAM ALAT EVALUASI PENDIDIKAN


SIFAT, TEKNIK DAN RAGAM ALAT EVALUASI PENDIDIKAN


A.SIFAT –SIFAT EVALUASI PENDIDIKAN ISLAM

Sifat-sifat evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam adalah sebagai berikut (Muhaimin, 1993: 283)
a.Kuantitatif, yaitu hasil evaluasi yang diberikan skor atau nilai dalam bentuk angka, misalnya : 50, 79, 100.
b.Kualitatif, yaitu hasil evaluasi yang diberikan dalam bentuk pernyataan verbal, misalnya : memuaskan, baik, cukup dan kurang.

B. TEKNIK EVALUASI PENDIDIKAN

Teknik yang dapat digunakan dalam evaluasi pendidikan Islam adalah :
1.Teknik tes :
Teknik tes adalah tenik yang digunakan untuk menilai kemampuan anak didik, meliputi pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil belajar, serta bakat khusus dan inteligensinya.
Teknik ini terdiri atas :
a. Uraian (essay test) terdiri dari :
1. Uraian bebas (free essay)
2. Uraian terbatas (limited essay)
b. Objective test
1. Betul –salah (true-false)
2. Pilihan ganda (multiple choice)
3. Menjodohkan (matching)
4.  Isian (complition)
5.  Jawaban singkat (short answer)
c.  Bentuk tes lain :
1.  Bentuk ikhtisar
2.  Bentuk laporan
3. Bentuk khusus dalam pelajaran bahasa seperti , ta’bir syafawi (oral test) dan ta’bir tahriri (written test).
2.Non tes :
Teknik yang digunakan untuk menilai karakteristik lainnya, misalnya minat, sikap, kepribadian siswa dan sebagainya.  Teknik ini meliputi :
a. Observasi terkontrol
b. Wawancara/interview, rating scale
c. Inventory
d. Questionnaire
e. Anecdotal accounts
Jenis evaluasi yang dapat diterapkan dalam pendidikan Islam adalah :
1. Tes tertulis (written test)
2. Tes lisan (oral test)
3. Test perbuatan (performance test)
Aspek kognitif biasanya menggunakan tes tertulis maupun lisan, sedangkan aspek psikomotorik menggunakan tes perbuatan. (Zuhairini, 1981: 158).

C. Ragam Alat Evaluasi
Muhibbinsyah (2003 : 201) menggolongkan teknik evaluasi ke dalam pembagian ragam alat evaluasi. Menurutnya secara garis besar ragam alat evaluasi terdiri atas dua macam bentuk, yaitu :
1). Bentuk objektif; 2). Bentuk subjektif.  Bentuk objektif biasanya diwujudkan dalam bentuk-bentuk alternatif jawaban, pengisian titik-titik dan pencocokan satu pernyataan dengan pernyataan lainnya.
a. Bentuk Objektif .
Bentuk ini lazim disebut tes objektif, yakni tes yang jawabannya dapat diberi skor nilai secara lugas (seadanya) menurut pedoman yang ditentukan sebelumnya. Ada lima macam yang termasuk dalam evaluasi ragam objektif ini.
1.Tes Benar- Salah
Tes ini merupakan alat evaluasi yang paling bersahaja baik dalam hal susunan item-itemnya maupun dalam hal cara menjawabnya. Soal-soal dalam tes ini berbentuk pernyataan yang pilihan jawabannya hanya dua macam, yakni “B” jika pernyataan tersebut benar dan “S” jika salah. Apabila soal-soalnya disusun dalam bentuk pertanyaan, biasanya alternatif jawaban yang harus dipilih adalah “ ya” atau “ tidak”.
Dalam dunia pendidikan modern, tes semacam itu sudah lama ditinggalkan karena dua alasan :
1.Tes “ B-S” tidak menghargai kreativitas akal siswa karena mereka hanya didorong untuk memilih sekenanya salah satu dari dua alternatif  yang ada.
2.Tes “B-S” dalam beberapa segi tertentu dianggap sangat rendah tingkat reliabilitasnya. Meskipun demikian, tes “ B-S “ ini juga memiliki manfaat yang tidak dapat diremehkan antara lain:
1.Tes “ B-S “ ini mendorong siswa /peserta didik untuk berpikir kritis dan berhati-hati dalam menjawab, karena biasanya poin nilai yang diberikan biasanya adalah satu yang berarti apabila salah memilih maka point nilainya akan hilang.
2.Tes “B-S “ ini memudahkan bagi pendidik /guru untuk memeriksa jawaban dengan cepat karena jawaban yang dirancang juga pasti.
3.Dalam merancang tes ini sebenarnya tidak mudah, seorang pendidik/guru harus benar benar memikirkan soal-soal yang sesuai dengan validitas dan reliabilitasnya.
3.Tes Pilihan Berganda
Item-item (butir-butir soal) dalam tes pilihan berganda (multiple choice) biasanya berupa pertanyaan atau pernyataan yang dapat dijawab dengan memilih salah satu dari empat atau lima alternatif jawaban yang mengiringi setiap soal. Cara yang sangat lazim dilakukan adalah dengan memberikan tanda silang(X) pada salah satu huruf, a, b,c,d atau e yang menandai alternatif jawaban yang benar.
Contoh :
Rukun Iman terdiri dari ……. Perkara :
a. dua          b. tiga.         c. empat          d. lima            e. enam
Pada zaman modern sekarang ini, dunia pendidikan khususnya di Barat sudah mulai meninggalkan tes pilihan  berganda kecuali untuk keperluan-keperluan di luar pengukuran prestasi belajar.  Alasan-alasan mereka meninggalkan jenis tes ini ialah :
1.Kurang mendorong kreativitas ranah cipta dan karsa siswa, karena mereka diminta berspekulasi yakni menebak dan menyilang secara untung-untungan.
2.Sering terdapat dua jawaban (di antara empat atau lima alternatif) yang identik atau sangat mirip, sehingga terkesan kurang diskriminatif.
3. Sering terdapat satu jawaban yang sangat mencolok kebenarannya, sehingga jawaban-jawaban lainnya terlalu gampang untuk ditinggalkan. Namun demikian, sampai batas tertentu tes pilihan berganda masih dipakai untuk mengevaluasi prestasi belajar siswa dengan catatan , penyusunannya dilakukan secara ekstra cermat. Dalam hal ini, guru seharusnya berusaha sebaik-baiknya untuk menghindari kelemahan kelemahan di atas.
4.Tes Pencocokan (Menjodohkan)
Tes pencocokan (matching test) disusun dalam dua daftar yang masing-masing memuat kata, istilah atau kalimat yang diletakkan bersebelahan. Tugas siswa dalam menjawab item item soal ialah mencari pasangan yang selaras antara kalimat atau istilah yang ada pada daftar A (berisi item-item yang ditandai dengan nomor urut
1 sampai 10 dan seterusnya sesuai dengan kebutuhan) dengan daftar B terdiri atas item-item yang ditandai huruf a,b,c dan seterusnya. Untuk menjaga mutu reliabilitas dan validitasnya, salah satu daftar instrumen evaluasi di atas sebaiknya ditambah sekitar 10% sampai 20%.  Dengan demikian, kemungkinan siswa menebak semaunya pada saat mengerjakan satu atau dua soal yang terakhir dapat dihindari.  Agar lebih jelas, berikut ini penyusunannya disajikan dalam sebuah contoh :
Petunjuk :
“ Isilah titik-titik yang terdapat pada daftar A dengan menuliskan salah satu huruf dari daftar B yang cocok/benar. Nomor 1 yang sudah terisi adalah contoh cara mengerjakan soal selanjutnya.
No  Daftar A                                                                Daftar B
1  Al-Fatihah…..                                                    a. Menyekutukan Allah
2  Al-Furqan………                                                   b. Beragama Yahudi atau Nasrani
3  Arafah………….                                       c. Wajib dilaksanakan dibulan Ramadan
4  Ilmu Pengetahuan…..                         d. Wajib ditunaikan bagi orang Muslim yang mampu
5  Kafir Kitabi……..                                   e. Beragama Hindu atau Budha
6  Murtad ………….                                     f. Wajib dituntut oleh setiap Muslim
7  Musyrik………….                                    g.  Nama lain bulanRamadhan
8 Puasa………..                                           h. Tempat wukuf jama’ahhaji
9 Syahadatain………                                i. Bacaan wajib dalamsholat
10 Zakat………..                                           j. Keluar dari Islam

4. Tes Isian
Alat tes isian biasanya berbentuk cerita atau karangan pendek, yang pada bagianbagian yang memuat istilah atau nama tertentu dikosongkan. Tugas siswadalam hal ini berpikir untuk menemukan kata-kata yang relevan dengan karangan tersebut. Lalu kata-kata itu dituliskan pada titik-titik atau ruang kosong yang terdapatpada badan karangan tadi. Untuk memperjelas uraian mengenai tes isian itu, selanjutnya disajikan contoh paling sederhana di bawah ini.
Contoh :
“ Isilah titik-titik di bawah ini dengan kata-kata yang benar!
Atas berkat rahmat……… Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan …………supaya berkehidupan kebangsaan yang…………..,maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini……………….”

5. Tes Melengkapi
Cara menyelesaikan tes melengkapi pada dasarnya sama dengan menyelesaikan tes isian. Perbedaannya terletak pada kalimat-kalimat yang digunakan sebagai instrumen. Dalam tes melengkapi, kalimat-kalimat itu tidak disusun dalam bentuk karangan atau cerita pendek tetapi dalam bentuk yang masing-masing berdiri sendiri.
Sebagai contoh, berikut ini disajikan salinan teks proklamasi dalam ejaan aslinya.
Petunjuk !
Isilah titik-titik yang ada pada setiap kalimat du bawah ini dengan kata-kata yang sesuai!”
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan…………… Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l…………. dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat singkatnja.…….., hari 17 boelan 8tahoen’45 Atas nama ………Indonesia…………/Hatta
b. Bentuk Subyektif
Alat evaluasi yang berbentuk tes subyektif adalah alat pengukur prestasi belajar yang jawabannya tidak dinilai dengan skor atau angka pasti, seperti yang digunakan untuk evaluasi obyektif. Hal ini disebabkan banyaknya ragam gaya jawaban yang diberikan oleh para siswa. Instrumen evaluasi mengambil bentuk essay examination, yakni soal ujian mengharuskan siswa menjawab setiap pertanyaan dengan cara menguraikan atau dalam bentuk karangan bebas. Banyak ahli menganggap evaluasi subyektif itu sukar sekali dipercaya reliabilitas dan validitasnya, karena subyektivitas guru penilainya lebih menonjol (Suryabrata, 1984 : 67). Contoh; sebuah esai jawaban yang hari ini diberi nilai 70, mungkin dua minggu yang akan datang, jika diperiksa lagi akan diberi nilai 60 atau 80. Namun demikian, menghindari pemakaian tes subyektif (essay test) hanya karena alasan subyektivitas guru adalah suatu tindakan yang berlawanan dengan perkembangan modrenisasi pendidikan. Tes esai ini lebih populer di manamana khususnya di negara-negara maju, mengingat keunggulannya yang sulit ditandingi terutama oleh instrumen tes B-S dan pilihan berganda yang sering mendorong siswa bermain tebak-tebakan atau “menghitung kancing” itu. Ada beberapa keunggulan tes esai yang secara implisit diakui juga oleh Suryabrata (1984 :68), yakni bahwa :
a. Tes esai tidak hanya mampu mengungkapkan materi hasil jawaban siswa tetapi juga cara atau jalan yang ditempuh untuk memperoleh jawaban itu.
b. Tes esai dapat mendorong siswa untuk berpikir kreatif, kritis, bebas, mandiri, tetapi tanpa melupakan tanggung jawab. Mengenai sikap subyektif guru penilai tidak perlu menjadi halangan penggunaan tes ini, sebab seperti objektivitas, subjektivitas juga ada batasnya. Persoalannya sekarang adalah bagaimana kita mencetak guru profesional dalam arti luas dan komprehensif termasuk dalam hal evaluasi prestasi belajar para siswanya.

D. SYARAT ALAT EVALUASI

Langkah pertama yang perlu ditempuh guru dalam menilai prestasi belajar siswa adalah menyusun alat evaluasi (test instrument) yang sesuai dengan kebutuhan dalam arti tidak menyimpang dari indikator dan jenis prestasi yang diharapkan. Persyaratan pokok penyusunan alat evaluasi yang baik dalam persfektif psikologi belajar (Thepsychology of learning) melihat dua macam, yakni : 1) reliabilitas; 2) validitas (Butler, 1990 :98). Persyaratan lainnya adalah objektif, diskriminatif dan sebagainya yang dikemukakan oleh kebanyakan penyusun buku psikologi pendidikan dan buku ilmu-lmu kependidikan pada umumnya. Reliabilitas secara sederhana berarti tahan uji atau dapat dipercaya. Sebuah alat evaluasi dipandang reliabel atau tahan uji, apabila memiliki konsistensi (ketetapan) dan keajegan hasil. Artinya apabila alat itu diujikan kepada kelompok siswa pada waktu tertentu menghasilkan prestasi “ X “, maka prestasi yang sama atau hampir sama dengan “ X “ itu dapat pula dicapai kelompok siswa tersebut setelah diuji ulang dengan alat yang sama pada waktu yang lain. Validitas pada prinsipnya berarti keabsahan atau kebenaran. Sebuah alat evaluasi dipandang valid (absah) apabila dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Contohnya, apabila sebuah alat evaluasi bertujuan mengukur prestasi belajar matematika, maka item-item dalam alat itu hendaknya hanya direkayasa untuk mengukur kemampuan matematis para siswa. Kemampuan kemampuan lainnya yang tidak relevan, seperti kemampuan dalam bidang bahasa, IPS dan sebagainya tidak perlu diukur oleh instrumen evaluasi matematika tersebut.