Kamis, 27 Januari 2011

Orangutan Sumatera


Orangutan Sumatera Buta Lahirkan Anak Kembar

REPUBLIKA.CO.ID,MEDAN--Lahirnya anak kembar dari pasangan orangutan Sumatera yang matanya buta di Karantina Batu Mbelin, Sumatera Utara pada 21 Januari 2011 dinilai sebagai kejadian langka yang patut disyukuri karena akan menambah populasi hewan itu. "Saya sudah dua puluhan tahun mengurus orangutan. Kasus kelahiran anak kembar, apalagi dari pasangan yang buta itu langka," kata Director of Conservation PanEco Foundation, Ian Singleton, di Medan, Kamis.
Orangutan buta yang melahirkan anak kembar itu adalah Gober yang berumur sekitar 40 tahun, sementara pasangannya yang juga buta adalah Leuser dan berumur sekitar 30 tahun. Karena sama-sama buta, keduanya harus dipelihara di karantina.
Menurut Ian Singleton, sepasang bayi orangutan itu lahir dalam keadaan sehat, demikian juga dengan induknya Gober. "Untuk sementara tidak ada perawatan khusus. Tim membiarkan Gober mengurus anaknya secara alami. Hanya bapaknya yang dipisahkan dari mereka karena dikhawatirkan mengganggu anaknya," katanya.
Dia menjelaskan, orangutan jantan tidak memainkan peranan dalam mengurus bayi dan justru dapat mencelakakan anaknya. Tim akan fokus mengawasi perkembangan anak orangutan itu karena populasinya yang semakin berkurang. Dewasa ini populasi orangutan diperkirakan tinggal 6.600 ekor saja. "Kalau kondisi kesehatannya mengalami penurunan, akan dengan cepat ditangani secara medis," ujar Singleton.
Ketua Yayasan Ekosistem Leuser (YEL) dr Sofyan Tan menyebutkan, Gober dan Leuser terpaksa tidak dilepaskan ke hutan seperti orangutan lain yang sempat dikarantina di Mbelin, karena keduanya mengalami kebutaan. Gober sendiri ditangkap di Langkat pada November 2008 di sebuah kawasan yang disebut Sampan Getek, karena khawatir akan dibunuh masyarakat mengingat hewan itu kerap menggangu ladang warga.
Sementara Leuser dikarantina karena juga mengalami kebutaan akibat ditembak sebanyak 62 kali oleh warga desa di dekat perbatasan Taman Nasional Gunung Leuser. Tiga butir peluru bersarang di matanya, dimana dua peluru di mata sebelah kiri dan satu lainnya di mata sebelah kanan.
Dari 62 peluru yang bersarang di tubuhnya, hanya 16 peluru yang berhasil dikeluarkan, sedangkan sisanya tidak dikeluarkan karena dikhawatirkan akan membahayakan nyawanya. "Nama untuk anak kembar orangutan itu sedang kita pikirkan. Saya tidak keberatan kalau diberi nama seperti saya," kata Sofyan Tan.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut Arief Toengkagie menyebutkan, pihaknya sangat berterimakasih kepada YEL dan PanEco yang membantu penyelamatan orangutan Sumatera. "KSDA sendiri terus berupaya menjaga kawasan-kawasan hutan konservasi untuk mempertahankan keberadaan orangutan yang semakin langka," katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar